Tingkatkan Pemahaman Pengamatan Iklim, Dukung Peringatan Dini Bencana

  • Dwi Rini
  • 20 Sep 2017
Tingkatkan Pemahaman Pengamatan Iklim, Dukung Peringatan  Dini Bencana

Kupang (19/9). Untuk meningkatkan pemahaman pengamatan dan informasi iklim guna mendukung peringatan dini Bencana di NTT, Stasiun Klimatologi Kupang melakukan kegiatan penyuluhan pos pengamat kerjasama yang berlangsung 18-20 September 2017 dengan diikuti oleh 30 orang pengamat Pos Hujan Kerjasama dari 9 Kabupaten di Bawah koordinasi Instansi terkait, antara lain: Dinas Pertanian Kabupaten Timor Tengah Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Belu, Dinas Pertanian Kabupaten Malaka, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, dan SPARC (Strategic Planning and Actions to Strengthen Climate), dengan rincian: Kabupaten Kupang (2 orang), Kabupaten Timor Tengah Selatan (1 orang), Kabupaten Timor Tengah Utara (4 orang), Kabupaten Belu (4 orang), Kabupaten Malaka (3 orang), Kabupaten Rote Ndao (1 orang), Kabupaten Sabu Raijua (7 orang), Kabupaten Manggarai (4 orang), dan Kabupaten Sumba Timur (4 orang).

Kegiatan ini mengambil tema Meningkatkan Pemahaman Pengamatan Iklim dan Informasi Iklim Untuk Mendukung Peringatan Dini Bencana dengan tujuan untuk:

  1. Meningkatkan keterampilan peserta dalam melakukan pengamatan dan pengukuran unsur cuaca/iklim, khususnya pengamatan curah hujan.
  2. Menghasilkan data observasi yang akurat, valid dan reliable serta terwujudnya data series yang lengkap dalam sistem database BMKG.
  3. Menciptakan sistem pengiriman data yang cepat dan tepat waktu untuk keperluan analisis dan prakiraan iklim, dan
  4. Meningkatkan pemahaman peserta akan informasi prakiraan cuaca dan iklim sehingga dapat bermanfaat bagi tugasnya sehari-hari dan peserta diharapkan dapat menjadi mediator di lapangan untuk melanjutkan informasi prakiraan cuaca/iklim kepada masyarakat atau pengguna jasa lainnya.

"Hendaknya para peserta melakukan pengamatan secara baik dan benar sesuai prosedur atau tata cara pengamatan, pengamat harus jujur dan tidak boleh berbohong akan data hasil pengamatan, dalam hal ini data yang dihasilkan merupakan data observasi bukan data mengarang karena data tersebut akan digunakan untuk analisis iklim dan prakiraan iklim, " ujar Koordinator MKG NTT selaku Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Kupang, Drs. Hasanudin saat memberikan sambutan pada kegiatan pembukaan kegiatan penyuluhan Pos Pengamat Kerjasama tadi pagi.

Sementara itu Kepala Stasiun Klimatologi Kupang, Apolinaris S. Geru, SP, M.Si pun menyampaikan kepada para peserta agar dapat mengikuti kegiatan penyuluhan ini dengan baik karena hal ini merupakan kesempatan yang berharga untuk pengamat hujan mendapat kesempatan untuk mengikuti kegiatan penyuluhan ini.

" Diharapkan melalui kegiatan ini, dapat mencetak para pengamat hujan yang handal yang nantinya dapat menghasilkan data akurat dan valid. Tidak hanya itu, para pengamat hujan harus dapat mendjadi mediator desiminasi informasi iklim sampai ke tingkat petani, "tambah Apolinaris.

Materi penyuluhan yang diberikan dalam kegiatan ini, antara lain Mengenal Unsur Cuaca dan Iklim; Mengenal Alat Ukur Cuaca/Iklim; Pengiriman Data Hujan Melalui SMS, Jaringan Pos Hujan Kerjasama dan Informasi Hari Tanpa Hujan; Pemahaman Informasi Iklim; Pemahaman Informasi Agroklimat dan Perubahan Iklim; serta Kunjungan Lapangan ke Taman Alat Stasiun Klimatologi Kupang.

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024