Tanggap Informasi Peringatan Dini Tsunami, BMKG Padang Panjang Adakan Sosialisasi Di Kabupaten Kep.Mentawai

  • Rozar Putratama
  • 22 Nov 2016
Tanggap Informasi Peringatan Dini Tsunami, BMKG Padang Panjang Adakan Sosialisasi Di Kabupaten Kep.Mentawai

Tua Pejat,MENTAWAI, Selasa (21/11/2016) BMKG Stasiun Geofisika Padang Panjang menyampaikan sosialisasi tentang produk-produk peringatan dini tsunami BMKG bagi para pejabat pemangku kebencanaan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Kegiatan Sosialisasi dibuka oleh Asisten I Kab.Kep.Mentawai Seminar Siritoitet,SE.MH. Tujuan dilaksanakannya sosialisasi ini agar para pemangku kebencanaan di Kabupaten Kep. Mentawai dapat memahami setiap berita peringatan dini tsunami sehingga diharapkan tidak salah dalam mengambil keputusan bagi masyarakat.

Pada kesempatan tersebut Kepala Stasiun Geofisika Padang Panjang Rahmat Triyono,ST,Dipl.Seis,MSc sebagai narasumber menyampaikan pentingnya menggalakkan kembali kearifan lokal bagi masyarakat kepulauan Mentawai untuk melakukan EVAKUASI MANDIRI bila merasakan adanya goncangan gempabumi, mengingat wilayah kepulauan Mentawai sangat dekat dengan sumber gempabumi subduksi megathrush yang memungkinkan gelombang tsunami datang lebih cepat daripada warning tsunaminya. Sekalipun saat ini Indonesia telah memiliki sistem peringatan dini tsunami yang disebut Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) namun sebaik baiknya peringatan dini itu terletak pada kesadaran diri individu masyarakat untuk melakukan evakuasi mandiri tanpa harus menunggu informasi/warning dari Pemerintah.

Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, terletak dibagian barat pulau Sumatera yang dikelilingi oleh Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai mempunyai luas 6011.35 km2 dan panjang garis pantai 1402.66 km yang terletak diantara 1°- 3°LS dan 98°-100°BT.

Kabupaten Kepulauan Mentawai sendiri terdiri dari empat pulau besar yang letaknya terbentang dari utara ke selatan, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan, yang terdiri atas 10 kecamatan.

Potensi sumber gempabumi di wilayah kepulauan Mentawai terdapat pada dua zona, yaitu zona subduksi dan zona Sesar Mentawai. Pada periode tahun 1993 - 2010 tercatat 14 gempabumi merusak yang bersumber disekitar kepulauan Mentawai. Empat diantaranya mengakibatkan tsunami. Berdasarkan data tersebut Kepulauan Mentawai merupakan wilayah yang rawan terjadi gempabumi dan tsunami.

Pada tanggal 25 Oktober 2010, pukul 21:42:20 WIB terjadi gempabumi dengan kekuatan 7.2 SR, kedalaman 10 km, dengan pusat gempabumi berada pada koordinat 3.61° LS dan 99.93° BT. Pusat gempa berada pada jarak 78 km Barat daya Pulau Pagai Selatan, Mentawai, Sumatera Barat.

Gempa tersebut membangkitkan tsunami yang melanda Kabupaten Mentawai 7 menit setelah terjadinya gempabumi. Berdasarkan rekaman data tide gauge, ketinggian tsunami di Padang adalah 0.4 meter, Tanahbala dan Enggano 0.26 meter. Hasil pengukuran lapangan pada tiga lokasi dekat pantai barat di daerah Kepulauan Pagai menunjukkan bahwa ketinggian tsunami mencapai 5 sampai 7 meter. Gempabumi Mentawai mengakibatkan tsunami lokal yang besar yang mengakibatkan 450 korban jiwa di kepulauan Mentawai.

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024