Tanam Perdana SLI Tahap 3 Kab. Temanggung: Siap Tingkatkan Kemampuan Petani dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim, dalam Rangka Dukung Ketahanan Pangan

  • Rozar Putratama
  • 13 Mar 2019
Tanam Perdana SLI Tahap 3 Kab. Temanggung: Siap Tingkatkan Kemampuan Petani dalam Mengantisipasi Iklim Ekstrim, dalam Rangka Dukung Ketahanan Pangan

Temanggung - Senin (11/3/2019), Stasiun Klimatologi Semarang menyelenggarakan Pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap 3 yang diselenggarakan dilaksanakan di area persawahan Desa Tegalsari, Kec. Kedu, Kabupaten Temanggung. Kegiatan ini mengusung tema yaitu "Dengan SLI kita tingkatkan kemampuan petani dalam mengantisipasi iklim ekstrim untuk mendukung ketahanan pangan" khususnya tanaman Padi.

Acara dihadiri oleh Anggota Komisi V DPR RI, Deputi Klimatologi BMKG yang diwakili oleh Kepala Bidang Informasi Kualitas Udara, Kepala BBMKG Wilayah II yang diwakili oleh Kepala Bidang Observasi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Bupati Kabupaten Temanggung Muhammad Al Khadziq, Kadis Pertanian dan Pangan, Dandim Temanggung, Kapolres Temanggung, Camat Kedu, Kepala desa Tegalsari serta para Kepala UPT di Lingkungan BMKG Jawa Tengah. Pada kegiatan kali ini Bupati Kabupaten Temanggung berkesempatan membuka acara SLI.

Dalam sambutannya, Al Khadziq menyatakan siap untuk Kabupaten Temanggung melaksanakan SLI 3. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi petani agar dapat belajar memahami serta mempraktekkan pola tanam yang berhubungan dengan iklim. Harapannya para petani yang telah mengikuti SLI 3 dapat memperoleh hasil panen yang lebih baik dibandingkan dengan petani lainnya. Para peserta pun diharapkan dapat menularkan ilmunya kepada rekan-rekan petani lainnya.

Adapun peserta SLI Tahap 3 sejumlah 25 orang yang terdiri dari 20 orang petani di Kecamatan Kedu, 3 Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan 2 orang Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Koramil Kedu.

Kepala Stasiun Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso mengatakan, tujuan dari kegiatan sekolah lapang iklim tahap ketiga , yakni meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan informasi iklim di wilayah kerja guna melakukan antisipasi dampak fenomena iklim ekstrem, kegiatan ini bertujuan juga agar petani bisa melakukan adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi iklim ekstrim, seperti banjir dan kekeringan . Senin (11/3)

"Melalui kegiatan sekolah lapang iklim ini, BMKG berkeinginan menyosialisasikan pentingnya informasi iklim dalam mendukung kegiatan para pertanian di Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan cara BMKG sebagai penyedia informasi dan petani sebagai pengguna terakhir bernteraksi melalui PPL," katanya.

Ia menambahkan, dari beberapa kegiatan sekolah lapang iklim yang telah dilaksanakan selama satu musim tanam pada beberapa waktu lalu di sejumlah wilayah, secara umum menunjukkan adanya peningkatan sebesar 30 persen dibandingkan dengan rata-rata produksi padi.

Tuban mengatakan, prinsip dari pendidikan sekolah lapang iklim tahap ketiga tersebut, yakni memberikan peran yang seluasnya bagi petani untuk mengembangkan pengetahuannya. Selain itu, pengetahuan petani tersebut dipadukan dengan informasi yang diperoleh dari pemandu, dalam rangka mengantisipasi dampak dari iklim ekstrem.

Ia berharap dengan adanya kegiatan tersebut para petani bisa mempraktekan dalam kegiatan di masing-masing kelompok maupun lingkungannya. Selain itu, juga bisa memanfaatkan informasi iklim dan musim dalam menunjang pola tanam.

Kegiatan SLI merupakan suatu kegiatan interaktif menggunakan metode Belajar Sambil Praktek (Learning by doing). Dimana tahapan belajar sebagai berikut :

        1. Mengalami : Para petani/peserta belajar mengidentifikasi sendiri permasalahan yang terjadi
        2. Mengungkapkan : Petani dapat mengungkapkan permasalahan tersebut kepada rekan-rekan sesama peserta dan juga kepada PPL/POPT
        3. Menganalisa : Menyelidiki sebab terjadinya permasalahan dalam lahan belajar
        4. Menyimpulkan : Mengetahui sebab permasalahan dan antisipasinya
        5. Menerapkan : Dari pengalaman belajar poin 1 - 4, diharapkan para petani dapat menerapkan solusi dari permasalahan yang telah dihadapi

Dengan kegiatan SLI, BMKG berkeinginan untuk mensosialisasikan pentingnya informasi iklim dalam mendukung kegiatan pertanian di Indonesia. Kegiatan SLI merupakan cara BMKG sebagai penyedia informasi dan petani sebagai end-user berinteraksi melalui penyuluh petani lapangan.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024