Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak Gelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2020

  • Rachmat Hidayat
  • 10 Sep 2020
Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak Gelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2020

Pontianak - Kamis (10/9), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak menggelar kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2020 pada tanggal 7 - 9 September 2020 dengan tema "Tingkatkan Efektifitas Penangkapan Ikan dengan Adaptasi Perubahan Cuaca Maritim" yang dilaksanakan sesuai dengan protocol COVID19 dari Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 110 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Pembukaan SLCN Provinsi Kalimantan Barat dilaksanakan pada tanggal 8 September 2020 di UPT Pelabuhan Perikanan Sungai Rengas Provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan ini dibuka oleh Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Guswanto M.Si secara virtual di Jakarta melalui live zoom. Dalam sambutannya, Bapak Guswanto M.Si selaku Deputi Bidang Meteorologi menyampaikan bahwa BMKG sebagai institusi yang salah satu tugasnya berwenang menyelenggarakan pengamatan cuaca dan iklim serta informasi cuaca dan iklim, membuat beberapa program kegiatan sebagai bentuk respon berupa rencana aksi. Salah satu rencana aksi yang dilaksanakan adalah program penyelenggaraan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan sebagai bentuk upaya peningkatan pemahaman para nelayan dan penyuluh perikanan terkait tentang informasi iklim dan pemanfaatannya sehingga dapat mendukung kegiatan pemerintah dalam hal ketahanan pangan serta nawacita pembangunan di bidang maritim/kelautan.

Acara ini diikuti sebanyak 25 (dua puluh lima) peserta dari berbagai wilayah dan organisasi sektor kelautan dan perikanan di Kalimantan Barat antara lain kelompok nelayan dan penyuluh perikanan serta petugas syahbandar perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Perikanan Kabupaten Kubu Raya, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat, Pelabuhan Perikanan Pantai Teluk Batang, Pelabuhan Perikanan Sei Rengas, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Kalbar, dan Desa Pulau Lemukutan Kabupaten Bengkayang.

Dalam acara tersebut, BMKG melalui Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak Danu Triatmoko, S.Si menyerahkan secara simbolis bantuan bibit rumput laut dan alat pengukur salinitas dan suhu air kepada Sekretaris Desa Pulau Lemukutan Bapak NS. Erdiansyah, S.Kep. serta pemberian plakat penghargaan kepada 2 orang alumni sekaligus peserta SLCN atas dedikasinya dalam mendiseminasikan informasi cuaca dan iklim maritim BMKG oleh Kepala Sub Bidang Manajemen Observasi Maritim Bapak Bagus Pramujo, M.Si. Dan para alumni SLCN Provinsi Kalimantan Barat diharapkan mampu menjadi agen diseminasi informasi cuaca dan iklim maritim BMKG, sehingga informasi tersebut benar-benar sampai ke nelayan dan masyarakat pesisir di Kalimantan Barat. Besar harapan kami, semoga program kegiatan ini dapat terselenggara di masing-masing kabupaten.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024