Sosialisasi Agroklimat Provinsi Lampung Tahun 2019

  • Hatif Thirafi
  • 24 Sep 2019
Sosialisasi Agroklimat Provinsi Lampung Tahun 2019

Lampung - Stasiun Klimatologi Pesawaran Lampung menggelar kegiatan sosialisasi agroklimat bertema "Beradaptasi dengan Iklim untuk mendukung Ketahanan Pangan". Kegiatan ini dinilai cukup penting dilaksanakan karena iklim memiliki peran yang sangat penting dalam proses budidaya tanaman. Terjadinya iklim ekstrim dapat berdampak buruk pada produktivitas pertanian akibat bencana banjir dan kekeringan, sehingga diperlukan adanya sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman terhadap informasi iklim. Sosialisasi ini diikuti oleh 25 peserta dari Provinsi Lampung, yang terdiri dari 12 orang PPL (Petugas Penyuluh Lapangan), 7 orang POPT, 2 orang alumni SLI dan 4 orang BABINSA.

Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel BBC, Lampung Tengah pada tanggal 23-24 September 2019 ini turut dihadiri oleh Deputi Bidang Klimatologi, Herizal M.Si, Kepala BPBD Lampung Tengah mewakili Bupati Lampung Tengah dan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Lampung

Kegiatan Sosialisasi Agroklimat ini diawali dengan laporan panitia yang disampaikan oleh Kepala Stasiun Klimatologi Pesawaran Lampung, Budi Satria, S.Si. Dalam laporannya, Budi Satria menyampaikan bahwa Sosialisasi Agroklimat ini merupakan ke-12 kalinya yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011 oleh Stasiun Klimatologi Pesawaran Lampung dan sudah mencetak kurang lebih 300 alumni. Adapun tujuan dari acara ini yaitu, meningkatkan pengetahuan, interprestasi dan keterampilan peserta dalam memahami informasi iklim dan mampu beradaptasi di semua kegiatan pertanian untuk meningkatkan hasil dan mengurangi resiko kegagalan.

Kegiatan ini dibuka oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG Pusat, Drs. Herizal, M.Si. Dalam sambutannya, disampaikan bahwa cuaca dan iklim adalah komponen dalam pertanian yang tidak bisa dikendalikan. Mengingat frekuensi fenomena cuaca/iklim ekstrim yang sudah kerap terjadi, hal yang perlu dilakukan adalah beradaptasi dengan iklim, sehingga perlu pemahaman terhadap informasi iklim agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pertanian. Dan kegiatan ini merupakan wadah bagi peserta untuk memahami informasi iklim yang diselenggarakan oleh BMKG.

Dalam acara yang berlangsung selama dua hari ini akan disajikan materi terkait iklim dan hubungannya dengan sektor pertanian yang disampaikan oleh narasumber dari BMKG, BPTP dan BPTPH Provinsi Lampung. Sosialisasi Agroklimat Tahun 2019 diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta dalam menerjemahkan informasi iklim untuk mendukung kegiatan usaha tani.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024