Sosialisasi Agroklimat dan FGD Sekolah Lapang Iklim di NTB

  • Ayu Isrianti Putri
  • 17 Mei 2018
Sosialisasi Agroklimat dan FGD Sekolah Lapang Iklim di NTB

Lombok, 15 Mei 2018 - Sekolah Lapang Iklim atau yang disingkat dengan SLI merupakan salah satu agenda rutin BMKG yang hampir setiap tahun di laksanakan di berbagai daerah tak terkecuali di NTB. Suksesnya kegiatan SLI di NTB yang di mulai dari tahun 2010 baik itu SLI untuk pertanian serta SLI untuk para nelayan, hal tersebuat membuat BMKG mencoba hal yang baru yaitu dengan melaksanakan dua kegiatan secara bersamaan yaitu Sekolah Lapang Iklim Sosialisasi Agroklimat dan Forum Group Disccusion Sekolah Lapang Iklim yang diperuntukkan khusus kepada para penyuluh dan alumni Sekolah Lapang Iklim Pertanian di Nusa Tenggara Barat.

Kegiatan dilaksanakan di Fave Hotel Mataram, dari tanggal 13 - 15 Mei 2018, dan diikuti oleh 25 peserta dari 5 Kabupaten / Kota se-pulau Lombok yang berasal dari instansi pemerintahan yaitu Dinas Pertanian. acara ini dibuka langsung oleh Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika wilayah III, Drs. Moh. Taufik Gunawan, Dipl.Seis. dan juga dihadiri oleh Kepala Dinas Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB, Ir. Muhtar Arief, MM, Kepala Sub Bidang Peringatan Dini Iklim BMKG, Dadang Misbahudin, S. Kom, serta seluruh kepala UPT BMKG se-Pulau Lombok.

Tujuan dari SLI Sosialisasi Agroklimat ini diharapkan dapat dijadikan wadah untuk berbagi ilmu pengetahuan dari BMKG ke penyuluh pertanian terkait pelayanan informasi cuaca dan iklim, memberikan pengetahuan kepada penyuluh dinas terkait tentang iklim dan kemampuan antisipasi dampak gejala iklim ekstrim terhadap kegiatan pertanian, meningkatkan diseminasi layanan informasi Meteorologi dan Klimatologi kepada penyuluh pertanian, dan memberikan pemahaman informasi iklim serta pemanfaatannya secara optimal untuk menunjang keberhasilan pembangunan di sektor pertanian.

Acara dilanjutkan dengan Forum Group Discussion (FGD) SLI dengan jumlah peserta 10 orang yang berasal dari Dinas Pertanian dan alumni kegiatan SLI Pertanian beberapa tahun belakang. Tujuan dari FGD SLI ini adalah mengevaluasi kegiatan SLI yang telah dilaksanakan dalam beberapa tahun belakangan serta menerima masukan dan saran dari alumni SLI untuk menjadikan kegiatan SLI kedepannya lebih baik dan lebih bermanfaat.

Dalam sambutannya, Kepala BBMKG Wilayah III, Drs. Moh. Taufik Gunawan, Dipl.Seis menyampaikan bahwa memahami informasi cuaca dan iklim sangatlah penting, karena nantinya para peserta akan menjadi perpanjangan tangan BMKG agar seluruh informasi yang telah diberikan dan disampaikan dapat dipahami serta dimengerti khususnya untuk para petani.

Selama kegiatan berlangsung, para Peserta SLI Sos Agro NTB 2018 diberikan Pemahaman tentang gambaran potensi pertanian yang dimiliki oleh Provinsi NTB, cuaca dan iklim, alat ukur cuaca, informasi iklim, kearifan lokal dan hubungannya dengan informasi BMKG serta pemanfaatan informasi cuaca dan iklim terhadap perkembangan organisme pengganggu tanaman yang diberikan oleh BMKG dan Dinas Pertanian. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini menggunakan metode partisipatif dan keterlibatan peserta dalam proses pembelajaran.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024