SLI Tahap II Provinsi Aceh

  • Rozar Putratama
  • 10 Jul 2019
SLI Tahap II Provinsi Aceh

Takengon - BMKG Stasiun Klimatologi Aceh Besar telah sukses melaksanakan kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap II yang bertema "SLI KOPI ARABIKA GAYO", bertempat di Hotel Bayu Hill, Takengon, Aceh Tengah.

Kegiatan Sekolah Lapang Iklim Kopi ini diikuti 25 orang peserta yang terdiri dari Penyuluh Pertanian (PPL), Petugas Pengamat Organisme Tanaman (PPOT) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta Kelompok Petani Kopi/Koperasi Kopi meliputi 3 Kabupaten di wilayah tengah Provinsi Aceh yaitu, Kabupaten Gayo Lues, Bener Meriah dan Aceh Tengah.

Diharapkan nantinya PPL, PPOT dan Kelompok Tani Kopi akan menjadi user interface yang dapat menyampaikan informasi iklim dari BMKG kepada para petani kopi. Sehingga sasaran SLI Kopi Aceh Tahap II ini dapat terwujud yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang terkait dengan informasi cuaca/iklim guna meningkatkan produktifitas dan kualitas Kopi Arabika Gayo dalam menghadapi perubahan Iklim.

Kegiatan SLI Kopi Tahap II Provinsi Aceh yang dilaksanakan dari 2-4 Juli 2019, yang dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Ir. Juanda dan pembekalan disampaikan oleh Kepala Bidang Informasi Iklim Terapan, Marjuki M.Si. yang mewakili Deputi Bidang Klimatologi BMKG.

Dalam isi pembekalannya Bapak Marjuki menyampaikan pentingnya meningkatkan ketahanan pangan dan keberadaan kopi Gayo sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan masyarakat Gayo. Selanjutnya Marjuki menjelaskan juga pentingnya pemahaman Informasi Iklim di tingkat penyuluh pertanian, guna meningkatkan pemahaman tentang iklim dan iklim ekstrim sehingga dampak bencana tersebut pada sektor pertanian seperti gagal panen yang berimbas pada kesejahteraan petani dan ancaman terhadap ketahanan pangan nasional dapat di kurangi.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Aceh Tengah, Ir Juanda dalam pembukaan Sekolah Lapang Iklim Kopi Aceh menyampaikan, pentingnya pengamatan cuaca yang akurat dan tepat guna mendukung BMKG dalam memberikan Informasi Prakiraan yang benar, akurat dan tepat. Bapak Ir. Juanda yang juga mantan pengamat pos hujan di Kabupaten Aceh Tengah juga menyampaikan terimakasih kepada BMKG yang telah melaksanakan kegiatan Sekolah Lapang Iklim di Takengon Aceh Tengah dengan bertema kopi.

Hadir sebagai narasumber dalam sekolah lapang ini, para pakar yang memiliki kompetensi dibidang klimatologi dan seluk beluk budidaya kopi. Peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Kopi Gayo, Ir. Khalid menyampaikan materi tentang 'Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Tanaman Kopi Arabika Gayo'. Sementara Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang juga salah seorang pakar Kopi Gayo, Prof. Dr. Abubakar Karim, MS menyajikan materi bertajuk 'Kearifan Lokal Budidaya Kopi Arabika Gayo Menghadapi Perubahan Iklim'.

Selain itu, narasumber datang juga dari Stasiun Klimatologi Aceh Besar seperti Sutarni, SP, M Si, Muhajir, S Si dan Eko Cahyo, SP, M Si juga memaparkan materi tentang 'Pengenalan Unsur Cuaca dan Iklim', 'Proses Pembentukan Awan dan Hujan (Perubahan Iklim dan Iklim Ekstrim)', dan 'Pemahaman dan Pengenalan Informasi Iklim', yang disampaikan baik secara teoritis maupun melalui simulasi terapan.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024