Sli Agroklimat Provinsi NTB

  • Rozar Putratama
  • 29 Mar 2019
Sli Agroklimat Provinsi NTB

NTB - Minggu (24/3), Sekolah Lapang Iklim atau yang disingkat dengan SLI merupakan salah satu agenda rutin BMKG yang hampir setiap tahun di laksanakan di berbagai daerah tak terkecuali di NTB. Suksesnya kegiatan SLI di NTB yang di mulai dari tahun 2010 baik itu SLI untuk pertanian serta SLI untuk para nelayan, hal tersebuat membuat BMKG mencoba hal yang baru yaitu dengan melaksanakan dua kegiatan secara bersamaan yaitu Sekolah Lapang Iklim Sosialisasi Agroklimat (SLI Sos Agro) yang diperuntukkan khusus kepada para penyuluh di Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini dilaksanakan bertempat di Montana Senggigi, 24 - 26 Maret 2019.

Kegiatan Sekolah Lapang Iklim Sosialisasi Agroklimat diikuti oleh 25 peserta dari 5 Kabupaten atau Kota se-pulau Lombok yang berasal dari instansi pemerintahan yaitu Dinas Pertanian. Tujuan SLI Sos Agro ini diharapkan dapat dijadikan wadah untuk berbagi ilmu pengetahuan dari BMKG ke penyuluh pertanian terkait pelayanan informasi cuaca dan iklim, memberikan pengetahuan kepada penyuluh dinas terkait tentang iklim dan kemampuan antisipasi dampak gejala iklim ekstrim terhadap kegiatan pertanian, meningkatkan diseminasi layanan informasi Meteorologi dan Klimatologi kepada penyuluh pertanian, memberikan pemahaman informasi iklim serta pemanfaatannya secara optimal untuk menunjang keberhasilan pembangunan di sektor pertanian.

Kegiatan SLI Sos Agro Provinsi NTB Tahun 2019 ini dibuka langsung oleh Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Drs. Nasrullah, beliau menyampaikan bahwa memahami informasi cuaca dan iklim sangatlah penting, karena nantinya para peserta akan menjadi perpanjangan tangan BMKG agar seluruh informasi yang telah diberikan dan disampaikan dapat dipahami serta dimengerti khususnya untuk para petani, serta informasi iklim dari BMKG tidak hnetinya melakukan pembaruandan selalu memberikan informasi kepada user. Acara pembukaan ini juga dihadiri oleh Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika wilayah III, Drs. Moh. Taufik Gunawan, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Ir. H. Husnul Fauzi, M.Si, serta kepala UPT BMKG Meteorologi Selaparang BIL, Nanang Buchori, SP.

Selama kegiatan berlangsung, para Peserta SLI Sos Agro NTB 2019 diberikan Pemahaman tentang gambaran potensi pertanian yang dimiliki oleh Provinsi NTB, cuaca dan iklim, alat ukur cuaca, informasi iklim, kearifan lokal dan hubungannya dengan informasi BMKG serta pemanfaatan informasi cuaca dan iklim terhadap perkembangan organisme pengganggu tanaman yang diberikan oleh BMKG dan Dinas Pertanian. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini menggunakan metode partisipatif dan keterlibatan peserta dalam proses pembelajaran.

 

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024