Seminar Pengenalan Produk Model Sebaran Abu Vulkanik kepada Komunitas Penerbangan Indonesia

  • Murni Kemala Dewi
  • 05 Des 2018
Seminar Pengenalan Produk Model Sebaran Abu Vulkanik kepada Komunitas Penerbangan Indonesia

Jakarta, Selasa (04 Desember 2018) / Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika berkolaborasi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengadakan seminar satu hari dengan tema "Seminar on Recent Development of Volcanic Ash Dispersion Model for Aviation Safety", di Gedung Serba Guna BMKG, Kemayoran. Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian acara Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS) Project yang akan berakhir pada bulan April 2019 mendatang.

Sesuai dengan tema yang digunakan, kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan Model Dispersi (sebaran) Abu Vulkanik yang telah digunakan BMKG saat ini kepada komunitas penerbangan Indonesia. Untuk itu seminar ini mengundang beberapa pembicara yang kompeten antara lain Prof. Masato Iguchi dari Kyoto University, Prof. Hiroshi Tanaka dari Tsukuba University, dan Okagami Takahiro dari JICA. Selain itu, BMKG, Airnav Indonesia, Ketua Ikatan Pilot Indonesia (IPI) dan PVMBG juga ikut memberikan pandangan mengenai kondisi sistem layanan penerbangan saat ini yang terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan erupsi gunung berapi serta mendiskusikan tentang rencana pemanfaatan model sebaran abu vulkanik yang digunakan BMKG untuk layanan informasi meteorologi penerbangan di Indonesia.

Beberapa topik menarik dalam seminar ini adalah tentang sistem observasi dan pemodelan terkait dengan sebaran abu vulkanik, yang dapat membantu mengamati kondisi real-time dan prediksi sebaran abu vulkanik. Selain itu, disampaikan juga topik tentang sistem manajemen terkait lalu lintas udara (Air Traffic Flow Management) saat terjadi erupsi gunung berapi yang saat ini dilakukan di Jepang.

Peserta yang hadir dalam seminar ini antara lain dari Perum LPPNPI/Airnav Indonesia, Ikatan Pilot Indonesia (IPI), Flight Dispatcher dari Air Asia, Batik Air, Citilink, Sriwijaya Air, Lion Air, Wings Air, NAM Air, dan Trigana Air. Juga turut diundang anggota SATREPS Project dari UGM, PVMBG, dan Balai SABO. Dengan terlaksananya seminar ini diharapkan BMKG dapat memberikan informasi meteorologi penerbangan yang bermanfaat kepada seluruh pelaku penerbangan di Indonesia khususnya untuk informasi sebaran abu vulkanik, guna meningkatkan keselamatan dan efisiensi operasional penerbangan di Indonesia.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024