Sekolah Lapang Cuaca Nelayan Provinsi Sultra Tahun 2021

  • Rozar Putratama
  • 07 Jun 2021
Sekolah Lapang Cuaca Nelayan Provinsi Sultra Tahun 2021

Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Maritim Kendari kembali menggelar kegiatan rutin tiap tahun yaitu Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan ini adalah mulai dilakukan sejak tahun 2016, dengan total peserta sebanyak 260 orang. SLCN tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya yaitu dilakukan di tiga lokasi berbeda: 1). Kelurahan Poasia (Kota Kendari), 2). Desa Puuwonua (Kab. Konawe), 3). Desa Ranooha (Kab. Konawe Selatan), dengan jumlah peserta 118 orang yang berasal dari nelayan, penyuluh dan Stakeholder terkait.

SLCN Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2021 Kota Kendari dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI (Bapak Ir. Ridwan Bae), Ibu Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Phd (Virtual), Walikota Kendari diwakili oleh asisten I Daerah Kota Kendari, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Kepala Balai Besar BMKG Wilayah IV Makassar, Kepala Basarnas Kendari, Kepala UPT Meteorologi Maritim dan mandatori se Indonesia (Virtual), dan stakeholder terkait dan para jurnalis.

Acara SLCN ini dibuka langsung oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI Dapil Sulawesi Tenggara (Ir. Ridwan Bae). Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa, "Kegiatan ini sangat dibutuhkan karena wilayah Sulawesi Tenggara ini adalah daerah kepulauan sehingga tidak sedikit masyarakat yang bekerja sebagai nelayan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dalam bekerja serta berimbas pada peningkatan pendapatan nelayan."

Sambutan juga disampaikan oleh Kepala BMKG, beliau mengatakan, "Terjadi peningkatan bencana akibat adanya siklon tropis (TC) ke wilayah equator Indonesia, sehingga mitigasi bencana perlu ditingkatkan dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait informasi cuaca maritim kepada masyarakat yang melakukan aktifitas di laut salah satunya dengan SLCN ini".

Dalam kesempatan ini, Asisten I Kota Kendari dalam sambutannya mengatakan, "Kota Kendari memiliki potensi di bidang kelautan dan perikanan, karena wilayahnya terdiri dari daratan dan lautan dengan SLCN dapat membantu nelayan dalam mendapat informasi cuaca maritim, karena salah satu kelemahan nelayan adalah tidak bisa memprediksi cuaca ketika melaut. Pemerintah Kota Kendari menyambut baik kegiatan SLCN ini karena dapat membantu nelayan untuk mendapatkan prediksi cuaca di laut".

Sementara setelah acara selesai, Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo, mengatakan SLCN ini harus dilaksanakan di seluruh Indonesia. Lantaran SLCN ini adalah salah satu program prioritas nasional pemerintah, melalui BMKG dan juga mendapatkan dukungan dari komisi V DPR RI. "Diupayakan untuk bisa diselenggarakan di setiap tahun dan harus ditingkatkan," ucapnya saat diwawancarai dengan media massa.

SLCN ini tidak lain adalah sebagai jembatan penghubung antara masyarakat, institusi pengguna, dan BMKG dalam menyampaikan informasi agar bisa dimanfaatkan dan dipahami dengan sebaik-baiknya, sehingga tema SLCN tahun ini bisa tercapai yaitu mewujudkan nelayan dengan hasil tangkapan ikan meningkat dengan berbasis cuaca.

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024