Puncak Musim Hujan Berlangsung Hingga Maret, Waspada Hujan Lebat

  • Dwi Rini
  • 07 Feb 2018
Puncak Musim Hujan Berlangsung Hingga Maret, Waspada Hujan Lebat

Jakarta, Selasa-(6/2). Beberapa hari yang lalu telah terjadi bencana hidrometeorologi, seperti kejadian bencana tanah longsor di kawasan Puncak, Bogor dan banjir di beberapa wilayah Jakarta akibat luapan bendungan Katulampa. Kejadian bencana alam ini telah memakan korban jiwa. Kondisi ini diakibatkan salah satunya hujan ekstrem yang terjadi di wilayah Puncak Bogor dalam dua hari terakhir berturut-turut. Curah hujan yang tercatat sebesar 152 mm/ hari dan 164 mm/ hari, seperti yang diutarakan Kepala BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. di depan media massa dalam video konferensi.

Kepala BMKG yang saat itu berada di Medan melakukan konferensi pers melalui video konferensi bersama Ir. Bernardus Wisnu Widjaja, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB di Kantor BNPB; dan Sekretaris Utama BMKG, Dr. Widada Sulistya, DEA dengan dihadiri Ir. Jarot Widyoko, Sp, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, Kementerian PUPR di Kantor BMKG Pusat.

"Saat ini Wilayah Indonesia masih berada pada periode musim hujan. Kondisi ini dipengaruhi dari angin baratan yang cukup kuat sejak Januari 2018 dan diprakirakirakan hingga Maret 2018 wilayah Indonesia masih berada pada periode puncak musim hujan," ujar Dwikorita.

Sementara itu, Sekretaris Utama, Dr. Widada Sulistya, DEA saat di wawancarai oleh media massa menambahkan bahwa beberapa hari ini terakhir terdapat pertemuan massa udara akibat dari monsoon Asia dan terdapat hambatan massa udara selatan dan bertemu di atas P. Jawa sehingga curah hujan di daerah tersebut tinggi.

Lebih lanjut Dwikorita menjelaskan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi memasuki puncak musim hujan, begitu juga dengan sejumlah daerah lainnya yang berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang-lebat hingga sepekan kedepan.

Beberapa wilayah yang berpotensi terjadi hujan sedang-lebat dalam seminggu ke depan, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Papua, dan Papua Barat.

Potensi hujan lebat dan angin kencang lebih dari 20 knot berpotensi terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, meliputi Laut Cina Selatan, Laut Natuna, Riau, Kepulauan Riau, Laut Jawa, Laut Banda, Samudera Hindia Selatan Jawa Tengah, NTB, dan Laut Arafuru.

Menurutnya, potensi angin kencang ini berdampak pada peningkatan gelombang laut dengan tinggi gelombang mencapai 2.5-6 meter di Perairan Utara Kepulauan Anambas, Natuna, Perairan Utara Singkawang, Laut Cina Selatan, dan Laut Natuna Utara.

Untuk itu, Dwikorita mengimbau masyarakat mewaspadai potensi terjadinya genangan, banjir, dan tanah longsor. "Waspada hujan lebat disertai angin yang dapat menyebabkan pohon tumbang serta tidak berlindung di bawah pohon ketika terjadi hujan dan petir," imbau Dwikorita.

Dua Bendungan Kurangi Banjir, Selesai Dibangun 2019

Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Rakyat tengah melakukan beberapa program dalam upaya mengurangi banjir di Jakarta. Salah satunya dengan membangun dua bendungan di Bogor, seperti yang diutarakan Jarot Widyoko, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR. "Dua bendungan itu adalah Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang sekarang mulai dalam proses, bendungan ini digunakan untuk mengurangi banjir yang akan ditargetkan akan selesai pada 2019 mendatang," ujar Jarot saat dimintakan keterangan usai kegiatan Jumpa pers di Kantor BMKG.

Jarot menambahkan jika nanti bendungan ini selesai dikerjakan, laju air menuju Jakarta akan terhambat dan bisa mengurangi debit air karena tertampung. Bendungan ini jenisnya kering yang berarti saat terjadi hujan bisa menampung air, dan saat tidak hujan bendungan tersebut kering.

Selain membangun bendungan, normalisasi Sungai Ciliwung pun dilakukan, misalnya dengan membuat sudetan sungai yang nantinya akan mengakibatkan air dari bendungan mengalir ke Ciliwung dan Sudetan masuk ke Cipinang dan Kanal Banjir Timur (KBT). Proses normalisasi Sungai Ciliwung tidak seluruhnya dilakukan, hanya sepanjang 33 km dan saat ini baru berjalan sepanjang 16 km.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024