Pentingnya Mitigasi dan Edukasi Bencana

  • Murni Kemala Dewi
  • 02 Nov 2018
Pentingnya Mitigasi dan Edukasi Bencana

Jakarta, Jumat (2-11-2018) / Gempabumi seharusnya bukan lagi menjadi hal yang membuat masyarakat kaget. Karena bagaimanapun, Indonesia merupakan wilayah yang potensi terjadinya gempabumi cukup besar. Gempabumi dari skala terkecil hingga terbesar jika dihitung pertahun bisa terjadi dalam jumlah ribuan. Yang harus sekarang dilakukan oleh publik adalah apa yang harus disiapkan sebelum, sesaat dan setelah gempabumi terjadi.

Hal ini disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam acara Power Strategic Indonesia Dialog yang mengangkat tema "Megathrust dan Gempa Jakarta : Bagaimana Kita Mempesiapkan Diri" yang diadakan di Hotel Dharmawangsa (2/11).

"Seluruh wilayah Indonesia berdasarkan kondisi geologinya dan juga berdasarkan kondisi sejarah kegempaannya, BMKG mencatat bahwa rata-rata dalam satu tahun gempa itu terjadi sekitaran 6 ribu kali. Oleh karena itu, kita harus membiasakan diri memahami potensi bahaya gempa dan memahami mitigasinya agar harmoni tinggal di wilayah yang rawan gempabumi ini" tegas Kepala BMKG.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah membangun budaya sadar bencana. Mitigasi dan edukasi terkait bencana salah satunya gempabumi harus diperkuat mulai dari dini. Masyarakat seharusnya sudah mulai membudayakan prilaku sadar bencana. Memperbanyak dan merutinkan latihan-latihan penyelamatan yang dilakukan jika terjadi gempabumi, juga bisa menjadi salah satu cara dalam membentuk sebuah kebiasaan yang bermanfaat jika gempabumi yang sebenarnya terjadi.

Selain itu tata ruang kota juga diperhatikan. Wilayah-wilayah rawan dan memiliki potensi risiko tinggi saat gempabumi terjadi juga perlu dihindari agar tidak terjadi kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Building code menjadi salah satu hal wajib yang juga perlu diperhatikan dalam membangun sesuatu. Apalagi wilayah Jakarta yang memiliki banyak gedung tinggi. Gedung-gedung tinggi yang telah dibangun, perlu dilakukan pemeriksaan kekuatan gedung ketika gempabumi besar terjadi. Gedung-gedung yang baru akan dibangun, harus benar-benar memperhatikan building code yang telah ditetapkan.

Jika proses mitigasi ini terus difokuskan dan digencarkan, maka korban akan jauh bisa dikurangi bahkan dihindari jika gempa terjadi. Oleh karena itu, BMKG berusaha untuk semakin kuat dalam memberikan edukasi dan mitigasi bencana ke berbagai komunitas. Salah satu langkah yang dilakukan BMKG adalah memperbanyak Sekolah Lapang Gempa (SLG). Pembangunan kapasitas untuk kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci keberhasilan operasional peringatan dini tsunami. Peserta dalam kegiatan SLG ini antara lain BPBD, masyarakat, perguruan tinggi, Sekolah, TNI, Polri, LSM dan media.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024