Panen Raya Sekolah Lapang Iklim Tahap III Tahun 2019 Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

  • Ayu Isrianti Putri
  • 30 Jul 2019
Panen Raya Sekolah Lapang Iklim Tahap III Tahun 2019 Di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Kupang-NTT (25/07/2019), Stasiun Klimatologi Kupang menyelenggarakan kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap III Tahun 2019 di wilayah Kota Kupang, tepatnya di wilayah Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, dengan metode pembelajaran oran dewasa dengan jumlah peserta sebanyak 25 orang dari gabungan kelompok tani di kelurahan Kolhua. Adapun fasilitator yang tersedia selama pembelajaran dari Stasiun Klimatologi Kupang dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Maulafa.

Acara panen raya ini dihadiri oleh Asisten III Setda Kota Kupang, Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Plh. Kepala BPS Kota Kupang, Perwakilan Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Perwakilan Dinas Pertanian Kota Kupang, serta para KUPT MKG wilayah NTT.

Dalam sambutan nya Ir. Edward John Pelt selaku Asisten III Setda Kota Kupang yang sekaligus mewakili Walikota Kupang menyampaikan apresiasi dan ucapan terimakasih yang tinggi pada BMKG khususnya Stasiun Klimatologi Kupang yang telah menyelenggarakan kegiatan SLI di Kota Kupang sehingga pemerataan informasi terkait cuaca dan iklim bagi petani untuk dapat meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh kondisi cuaca/iklim ekstrim.

Apolinaris S. Geru, SP, M.Si selaku Kepala Stasiun Klimatologi Kupang menyampaikan dalam bahwa terjadi peningkatan terkait pemahaman informasi Iklim/cuaca dari peserta dalam setiap pertemuan dan terus pro aktif dalam dalam periode pembelajaran selama SLI 3 ini berlangsung.

SLI Tahap III Tahun 2019 bertujuan untuk meningkatkan pemahaman informasi tentang cuaca/iklim serta teknik budidaya tanaman jagung yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan. Disamping itu hasil panen raya jagung pada SLI Tahun 2019 di Kel. Kolhua sebesar 7,23 ton/ha pipilan kering dan hasil ini meningkat lebih tinggi dari rata-rata di Kec. Maulafa yaitu 5,62 ton/ha pipilan kering.

Acara ini ditutup secara resmi oleh Asisten III Setda Kota Kupang dan Kabid Desiminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG serta para tamu undangan dan berlanjut hingga Panen Raya secara simbolis bersama peserta SLI 3 Tahun 2019 NTT. (Dok. Staklim Kupang)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024