National Climate Outlook Forum 2018

  • Rozar Putratama
  • 28 Feb 2018
National Climate Outlook Forum 2018

Jakarta - Selasa (27/2) BMKG mengadakan 1st National Climate Outlook Forum (NCOF) Tahun 2018, bersama dengan LAPAN, BPPT, IPB, ITB, BNPB, STMKG, Kementerian Pertanian dengan tema "Kapan Datangnya Awal Musim Kemarau 2018". NCOF merupakan forum koordinasi inter-agensi dan dialog reguler antara climate information provider dengan multi-stakeholder pada level Nasional, sebagai implementasi pilar Climate Services Information System (CSIS) dan User Interface Platform (UIP) dari program GFCS - WMO (World Meteorological Organization) dilevel Nasional. Beberapa agenda yang dibahas pada NCOF 2018 ini adalah agenda-agenda terkait "Multi Model Ensemble for Seasonal Forecast, Prospek Puncak Musim Kemarau 2018, Implikasi dan Dampak Kemarau 2018 dan Persiapan FGD untuk mendesain Produk Bersama (Ensemble) Prakiraan Nasional Antar Kelompok Pembuat Prakiraan".

Deputi Bidang Klimatologi yang diwakili oleh Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim, Bapak Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA hadir untuk membuka sekaligus memberikan arahan, bertindak sebagai moderator Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim, Bapak Dr. Indra Gustari, ST, M.Si. Beberapa pakar iklim yang hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini adalah Prof.Edy Hermawan dari LAPAN, Dr.Ahmad Faqih dari Program Studi Geofisika dan Meteorologi IPB, M.Ridho Syahputra dari Program Studi Meteorologi, ITB, Dr.Aris Pramudia dari Balitbangtan Kementrian Pertanian serta Dr.Irfan Sadono dari Pusat SDA - Kemen PUPR, serta tim dari Bidang Variabilitas Iklim.

Dari kegiatan ini, menghasilkan kesimpulan terkait prakiraan musim kemarau 2018 sebagai berikut : Monitoring dan prediksi ENSO masih dalam kondisi La Nina lemah sejak awal tahun 2018 hingga bulan Mei 2018 dan selanjutnya menuju kondisi Netral. Indian Ocean Dipole Mode (IOD) diprediksi Netral hingga akhir tahun 2018. Faktor Monsun dan MJO diprediksi yang akan lebih banyak menentukan variabilitas curah hujan di Indonesia hingga Musim Kemarau 2018. Prediksi "Awal" Musim Kemarau 2018 diprakirakan umumnya terjadi pada bulan April, Mei, dan Juni 2018, yaitu sebanyak 81,8%. Prakiraan "Sifat Hujan" Musim Kemarau 2018, sebagian besar wilayah di Indonesia diprakirakan Normal (56,7 %), Atas Normal (36,5 %), dan Bawah Normal (6,7 %). Puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada periode Agustus hingga September 2018.

Rekomendasi dari pertemuan NCOF adalah dengan kondisi musim yang dominan Normal maka potensi luas tanam berdasarkan Kalender Tanam 2018 akan lebih banyak sesuai dengan kondisi normalnya, pengelolaan sumber daya air dari sisi debit air di 50 waduk besar nasional diawal tahun masih aman bahkan sudah berlebih, kesiapsiagaan tim BNPB dalam antisipasi potensi kebencanaan yang mungkin terjadi pada periode Musim Kemarau di beberapa wilayah yang rentan mengalami kekeringan dan ancaman karhutla setiap tahunya perlu lebih disiapkan lebih dini.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024