National Climate Outlook Forum Tahun 2017

  • Rozar Putratama
  • 23 Feb 2017
National Climate Outlook Forum Tahun 2017

Jakarta, National Climate Outlook Forum (NCOF) sebagai sebuah forum esensial untuk mempromosikan koordinasi inter-agensi dan dialog reguler antara climate information provider dengan multi-stakeholder (pada level nasional) diselenggarakan di kantor pusat BMKG, Kamis (23/2/2017) di ruang rapat A.1

Forum ini diselenggarakan untuk mendukung implementasi pilar Climate Services Information System (CSIS) dan User Interface Platform (UIP) dari Global Framework Climate Sevices (GFCS). Selain itu Forum ini diharapkan bisa merumuskan bukan hanya dari segi prakiraan nya saja, tetapi juga dari segi (impact base forecasting) info prakiraan berbasis dampak, serta verifikasi dari prakiraan yang merupakan hasil kesepakatan pembahasan bersama.

Dalam NCOF 2017 kali ini akan dibahas Perkembangan El-Nino dan La-Nina 2017, serta Draft prakiraan awal musim kemarau 2017.

NCOF sebagai sebuah forum merekomendasikan frekuensi pertemuan forum pada periode transisi/anomali iklim, Membungkus seluruh proses informasi iklim dari hulu (prakiraan) sampai dengan hilir (diseminasi pada user) dalam bentuk publikasi nasional dan internasional untuk NCOF di Indonesia, sehingga Publikasi dapat digunakan untuk menarik dan melibatkan lebih banyak user.

Rapat yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam ini turut dihadiri LAPAN, Balitklimat Kemtan, Pu-Pusair, BPPT, WFP, BNPB, BPPT dan menghasilkan beberapa kesimpulan diantaranya ;

  • Evaluasi musim kemarau tahun 2016 lebih basah dibandingkan tahun 2015, dan awal musim hujan 2016/2017 dominan MAJU dari Klimatologinya
  • Kondisi ENSO dan IOD hingga semester 1 tahun 2017 masi berada pada kisaran netral, dan ada peluang El Nino lemah Pada semester 2. Anomali SST perairan Indonesia umumnya normal, sedangkan wilayah Nino relatif menghangat dan bertahan sampai Juli
  • "Awal" musim kemarau 2017 di sebagian besar wilayah diprakirakan pada bulan Mei, Juni dan Juli, yaitu sebanyak 86,1%.
  • Dibandingkan dengan rata-rata (1981-2010), AMK 2017 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan MUNDUR sebanyak 39,9%, SAMA 37,3% dan MAJU 22,8%.

"Sifat hujan" musim kemarau 2017, sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan NORMAL (58,2%), BAWAH NORMAL (23,6%) dan ATAS NORMAL (18,2%)

Dengan adanya kesimpulan tersebut, NCOF merekomendasikan beberapa hal untuk berbagai sektor, yakni:

  • Bagi dampak sumber daya air 2017: hingga saat ini kondisi muka air waduk umumnya >= (lebih besar/sama dengan) debit perencanaan, debit aliran sungai masuk waduk umumnya > (lebih besar) Q80% (probabilitas debit aliran 80% terpenuhi)
  • Memperhatikan prediksi Musim kemarau 2017 dari BMKG dalam kondisi normal, maka pengoperasian waduk ditentukan untuk operasi normal
  • Untuk sektor pertanian yang berkaitan dengan kalender tanam 2017 Potensi waktu tanam menyesuaikan update prakiraan curah hujan dari BMKG
  • Untuk sektor potensi kebencanaan hidrometeorologi regional tahun 2017, menghadapi musim kemarau 2017 Potensi ancaman kebakaran hutan dan lahan di 8 provinsi tetap perlu diwaspadai, dan masih ada ancaman kekeringan di NTB,NTT meskipun EL Nino nya tidak separah tahun 2015

Forum dibuka Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dr. Dodo Gunawan,DEA BMKG didampingi Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Evi Lutfiati,S.Si,MM

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024