Gelar SLCN, BMKG Tingkatkan Kapasitas Pengetahuan Nelayan di Kulon Progo

  • Dimas Bayu Sajiwo
  • 22 Apr 2024
Gelar SLCN, BMKG Tingkatkan Kapasitas Pengetahuan Nelayan di Kulon Progo

Kulon Progo, 22 April 2024 - Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, jutaan orang masyarakat Indonesia hidup bergantung dari lautan dan berprofesi sebagai nelayan. Hasil tangkapan ikan, udang, dan seluruh biota yang ada di laut adalah sumber pendapatan yang dicari demi mendapatkan pundi-pundi penghasilan.

Oleh karenanya, Kepala Badan Metorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak seluruh nelayan di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas. Salah satunya, dengan memahami kondisi iklim di Indonesia juga dunia serta dampak perubahan iklim yang dapat menganggu profesi nelayan.

"Peluang terjadinya gangguan cuaca dan iklim itu semakin besar. Gangguan seperti angin kencang dan gelombang tinggi sehingga mencapai darat. Jika ada tambak atau kolam di pantai bisa tersapu maka itu akan merugikan nelayan," kata Dwikorita pada kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Tambak Kadilangu, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Senin (22/4).

Ganguan cuaca tersebut perlu disadari semua pihak karena saat ini dunia telah dilanda kondisi perubahan iklim yang cukup ekstrem. World Meteorological Organization (WMO) mencatat bahwa pada 2023 dinobatkan sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat celcius di atas era pra industri.

Dalam kaitannya dengan profesi nelayan, dampak perubahan iklim dapat menjadi gangguan nyata. Seperti, meningkatnya daur hidrologi pergerakan air dan menguap menjadi gumpalan awan. Selanjutnya awan tersebut akan tertiup oleh angin ke darat dan menabrak gunung dan turun menjadi hujan. Tentunya, dengan perubahan iklim maka siklus tersebut akan berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya dan mengakibatkan bencana seperti badai tropis, angin kencang, gelombang tinggi, dan pasang air laut.

Gelombang tinggi dan pasar air laut tersebut bukan tidak mungkin akan masuk ke daratan di mana lokasi tambak-tambak nelayan berada. Dampak buruknya, masifnya pergerakan air tersebut bisa merusak seluruh tambak milik warga.

Untuk itu, di tengah situasi perubahan iklim yang terjadi saat ini, Dwikorita melihat penting kiranya seluruh masyarakat-juga nelayan untuk beradaptasi. Sebabnya, dampak perubahan iklim tersebut seyogianya bisa diprediksi dan bisa diketahui oleh masyarakat dengan sangat mudah.

Caranya, dengan mengunduh aplikasi InfoBMKG di smartphone masing-masing. Seperti halnya saat ini, berdasarkan pengamatan BMKG, wilayah Kulonprogro dan DIY saat ini sedang berada pada periode musim kemarau. Dan pada saat ini, angin kering dan dingin dari arah Benua Australia memasuki wilayah Indonesia dan memungkinkan dengan kecepatan tinggi.

"Jadi Ada kemungkinan terjadi angin kencang. Tapi jangan panik karena itu ada peringatan dini dan bisa diketahui lima hari sebelumnya. Jika ada gelombang tinggi pun bisa diketahui sebelumnya dan semua informasi itu ada di aplikasi mobile phone InfoBMKG," ujarnya.

Lebih lanjut SLCN ini memiliki tujuan untuk mengajak belajar bersama serta memahmi informasi yang termuat di dalam aplikasi InfoBMKG. Dengan mengetahui kondisi cuaca, angin, juga gelombang tinggi maka nelayan dapat memprediksi waktu terbaik dalam bekerja. Tentunya pengetahuan ini juga akan meminimalisir risiko yang tidak diinginkan.

Harapannya, melalui SLCN, nelayan bisa mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim dan dapat meningkatkan pendapatan dari hasil tambak. Jika tambak masayarakat dapat selamat dari ancaman cuaca, Dwikorita meyakini masa penen tidak akan terganggu.

Bayu Mukti Sasongka selakuKepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY mengatakan peran BMKG sangat vital dalam memberikan informasi dan pengetahuan yang akurat mengenai cuaca maritim dan dibutuhkan nelayan di pesisir selatan Yogyakarta. SLCN adalah sebuah program yang sangat penting dan melalui kegiatan ini kita meningkatkan pemahaman nelayan kita terhadap informasi cuaca maritim.

"Kita sadar dampak perubahan iklim dunia ekstrem berpengaruh besar kepada pola cuaca. Hal ini membutuhkan perhatian khusus bagi nelayan yang setiap hari berjuang di laut untuk mencari nafkah," pungkasnya.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024