GAW Kototabang : Detak Inovasi Pejuang Atmosfer di Belantara Hutan Tropis

  • Murni Kemala Dewi
  • 02 Mei 2018
GAW Kototabang : Detak Inovasi Pejuang Atmosfer di Belantara Hutan Tropis

Agam, 01 Mei 2018 / Di tengah rimbunnya hutan Kototabang, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hadir dengan Unit Observasi Global Atmosopheric Watch (GAW) / Stasiun Pemantau Atmosfir Global Kototabang di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Stasiun yang telah dibangun sejak tahun 1994 ini merupakan salah satu bentuk kontribusi Indonesia dalam pemantauan iklim global, melengkapi 16 GAW yang telah tersebar di berbagai negara di dunia. Stasiun GAW merupakan bagian dari sistem monitoring dan riset yang dikoordinasi oleh World Meteorological Organization (WMO) atau Organisasi Meteorologi Dunia. Sejak resmi mulai beroperasi tahun 1996 sebagai salah satu unit kerja di BMKG, Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang merupakan salah satu stasiun di zona ekuatorial yang penting dalam program pengamatan atmosfer secara global. WMO memilih Indonesia sebagai salah satu pusat pemantauan atmosfer global dikarenakan Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia yang penting.

Letak Stasiun GAW Kototabang yang berada di daerah khatulistiwa menjadikannya memiliki keistimewaan dalam memantau kondisi atmosfer dan kualitas udara. Hal ini dikarenakan GAW Kototabang mampu memantau pola sebaran polutan dari belahan bumi Utara dan belahan bumi Selatan secara seimbang. Selain itu lokasi stasiun yang berada di antara rimbunan hutan Sumatera Barat yang masih terjaga eksistensinya, menjadikan GAW Kototabang sebagai salah satu andalan WMO dalam hal pengamatan udara di kawasan ekuatorial.

Peran Stasiun GAW Kototabang tak bisa dipungkiri lagi bagi Indonesia dan dunia. GAW Kototabang menjadi penyelamat Indonesia dari tudingan global saat Indonesia dianggap sebagai salah satu emitter karbon terbesar di dunia. Berkat data dan pengamatan yang telah dilakukan GAW Kototabang sejak tahun 1996, Indonesia berhasil membuktikan bahwa tudingan tersebut tidak benar. Karena kosentrasi karbon yang terukur di Stasiun GAW Kototabang lebih rendah dari rata-rata konsentrasi karbon global.

"BMKG akan terus berkomitmen dalam mengawasi dan memberikan analisis maupun peringatan dini terkait dengan kualitas udara, khususnya mengenai emitter karbon dalam rangka memenuhi komitmen Indonesia pada dunia" ucap Kepala BMKG, Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D dalam sambutannya saat menandatangani prasasti renovasi gedung Stasiun GAW Kototabang.

BMKG bahkan menindak lanjuti komitmen ini dengan mengembangkan Pusat Perubahan Iklim BMKG sejak tahun 2010, serta mengoperasikan 2 Stasiun GAW baru di Palu dan Sorong pada tahun 2016, untuk menguatkan data dan informasi udara baseline (standar udara bersih) Indonesia. Selain itu BMKG juga telah melakukan berbagai kemitraan dengan beberapa lembaga / intitusi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Lapan, dan beberapa Perguruan Tinggi, untuk menjaga komitmen Indonesia dalam upaya pengurangan emisi karbon.

Untuk mendukung komitemen ini pulalah, GAW Kototabang telah melaunching aplikasi berbasis Android pada tanggal 1 Mei 2018, yang dinamakan aplikasi GAWku. Aplikasi tersebut dapat diakses dengan sangat mudah menggunakan handphone berbasis Android dan bisa diunduh melalui Playstore. Beberapa parameter kualitas udara seperti konsentrasi Ozon (O3), Carbon Monokasida (CO), Particulate Matter 10 (PM10), Sulfur Dioksida (SO2), Natrium Monoksida (NO), Nitrogen Dioksida (NO2) dapat diakses setiap saat melalui aplikasi ini secara real time.

Dalam menandatangani prasasti renovasi gedung dan pelaunchingan aplikasi GAWku, Kepala BMKG didampingi oleh Deputi Bidang Klimatologi, Drs. Herizal, M.Si dan Kepala Balai Besar MKG Wilayah I Medan, Edison Kurniawan, S.Si, M.Si, Koordinator BMKG Provinsi Sumatera Barat,Rahmat Triyono,ST, Dipl.Seis, M.Sc, Kepala Stasiun GAW Kototabang, Hartanto,ST,MM, Kepala Stasiun Meteorologi Minangkabau, Achadi Subarkah Raharjo,S.Si, Kepala Stasiun Klimatologi Padang Pariaman, Heron Tarigan, SP, M.Si dan Kepala Stasiun Maritim Teluk Bayur, Syafrizal, M.M. Hadir pula pada kesempatan tersebut Kepala UPT LAPAN Bukittinggi, Syafrijon, M.Kom.

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024