FGD dan Ekspose SLI Staklim Aceh Besar

  • Rozar Putratama
  • 30 Des 2021
FGD dan Ekspose SLI Staklim Aceh Besar

Aceh Besar - BMKG Stasiun Klimatologi Aceh Besar telah selesai melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FDG) dan Ekspose Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahun 2021, Penyelenggaraan FGD dan Ekspose SLI Tahun 2021 di Provinsi Aceh dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 2021 secara hybrid, dimana dilaksanakan secara offline di Auditorium Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, dan secara daring menggunakan aplikasi ZOOM.

Kegiatan FDG ini diikuti 40 orang peserta yang terdiri dari Alumni SLI tahun 2021 dari Kabupaten Gayo Lues, Alumni SLI Sabang, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Aceh Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh, Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Iskandar Muda Banda Aceh, Kepala Stasiun Geofisika Aceh Besar , Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Aceh, Kepala UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Aceh, Ketua Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI) Cabang Aceh, Forum Kakao Aceh, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Aceh Climate Change Initiative, Duta Petani Milenial, Himpunan Kerukunan Petani Indonesia dan Forum Paguyuban dan Pemuda Aceh.

Informasi tentang keberhasilan capaian tujuan utama pelaksanaan SLI belum diperoleh secara menyeluruh dan detil. Oleh karena itu, dibutuhkan data dan masukan-masukan dari alumni peserta SLI tentang sejauh mana keberhasilan capaian kegiatan SLI dalam meningkatkan pemahaman dan pemanfaatan informasi iklim serta sejauh mana kegiatan SLI mempengaruhi perilaku petani dalam aktivitasnya kesehariannya. Untuk memperoleh data dan masukan tersebut diperlukan adanya pertemuan dan diskusi dalam bentuk Focus Discussion Group (FGD).

Respon dan masukan dari para Pakar, Akademisi serta alumni peserta SLI diharapkan dapat bermanfaat untuk perluasan kegiatan SLI kedepannya agar menjadi lebih baik dan tepat sasaran. Pelaksanaan FGD bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap perilaku, dan pengalaman / pemanfaatan informasi iklim yang dimiliki dan dilakukan alumni SLI mengenai kegiatan SLI, sebelum dan setelah mengikuti SLI, serta mendapatkan informasi mengenai pengaruh dan dampak dari SLI pada kebijakan Pemerintah setempat.

Selain kegiatan FDG, dilaksanakan juga kegiatan Ekspose SLI, Ekpose SLI merupakan salah satu kegiatan untuk mempublikasikan berbagai informasi mengenai kegiatan SLI yang telah dilakukan oleh Stasiun Klimatologi Aceh Besar. Melalui Ekspose SLI diharapkan kegiatan SLI di Provinsi Aceh semakin dikenal luas sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan pemanfaatan Informasi Iklim bagi masyarakat.

Dalam Laporan Ketua Panitia yang disampaikan Oleh Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar Bapak Wahyudin, SP. M.I.Kom disampaikan Bahwa dari tahun 2011 sampai 2021 sudah terdapat 418 Alumni SLI dengan 16 Kegiatan. Harapan BMKG, khususnya Stasiun Klimatologi Aceh Besar antara lain dapat menjalin dan membuka peluang kemitraan dengan semua pihak dalam pelaksanaan kegiatan SLI Aceh baik pemerintahan maupun swasta. Salah satu kemitraan yang dilaksanakan tahun ini adalah pelaksanaan SLI Kakao di Sabang. Kedepannya diharapkan adanya integrasi stakeholder dalam kegiatan SLI Kakao Aceh mulai dari hulu ke hilir, seperti pembibitan, budidaya, panen, pasca panen, pemasaran dan diversifikasi produk Kakao (untuk kosmetik, makanan dll).

Dalam isi pembekalannya Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Dr. Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan pentingnya meningkatkan ketahanan pangan melalui kegiatan SLI. Mengupayakan semaksimal mungkin dalam memberikan informasi cuaca/ iklim kepada petani untuk meminimalisir resiko gagal tanam, pemeliharaan, panen dan paska panen akibat cuaca/iklim. Seperti kita ketahui Provinsi Aceh masuk dalam 10 besar provinsi lumbung pangan nasional. Selain kopi, Aceh juga dikenal sebagai penghasil Kakao, terbukti 22 dari 23 Kab/Kota di Provinsi Aceh merupakan produsen Kakao. Luas lahan Kakao Aceh merupakan No 2 di sumatera setelah Sumatera Barat, dan No 7 secara nasional.

Sementara itu Kepala TDMRC Dr. Syamsidik dalam pembukaan Sekolah Lapang Iklim Kopi Aceh menyampaikan, pentingnya pengamatan cuaca yang akurat dan tepat guna mendukung Informasi BMKG dalam memberikan Informasi Prakiraan yang benar, akurat dan tepat khusunya informasi Mitigasi kebencanaan. Dr. Syamsidik juga menyampaikan terimakasih kepada BMKG yang telah bekerjasama dengan UPT. Mitigasi Bencana Unsyiah dalam melaksanakan kegiatan FGD SLI dan Ekspose SLI di Gedung TDMRC Unsyiah.

Salah Satu Rangakaian kegiatan Ekspose SLI Aceh adalah Seminar, Hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut adalahpara pakar yang memiliki kompetensi dibidang klimatologi dan seluk beluk budidaya Kakao dan Pengambil kebijakan di Pemda Aceh. Pemateri dalam kegiatan Seminar adalah Dr. Saumi Syahreza, S.Si.,M.Si (TDMRC), Dr. Taufan Hidayat, S.Si.,M.Si (PERHIMPI), Prof. Dr. Ir. Rina Sriwati, M.Si (Forum Kakao Aceh), Ir. Teuku Iskandar, M.Si (Forum Kakao Aceh), Ibu Ir Siti Khasani (Diperta Kota Sabang), Bapak Drs. M. Yusra, SP., M.Si. (Kadis. Perindag Kota Sabang), Bapak Melan Meta D. Pengelola Coklat Kilometer Nol (Cokinol), Ibu Farhaniza (CEO YAGI Natural, Kegiatan Seminar ini dimoderatori Oleh Bapak Dr. Ir. H. Basri A. Bakar (Forum Kakao Aceh)

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024