BMKG Siap Pasang 50 Unit EEWS di Sumbar

  • Murni Kemala Dewi
  • 06 Feb 2019
BMKG Siap Pasang 50 Unit EEWS di Sumbar

Padang (6 Februari 2019) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa BMKG akan segera memasang 50 Unit Earthquake Early Warning System (EEWS) di Provinsi Sumatera Barat,
"50 Unit EEWS ini nantinya akan ditempatkan di Kepulauan Mentawai dan di pesisir Sumbar" ungkap Dwikorita di Auditorium Kantor Gubernur Sumbar.

"EEWS akan memberikan peringatan dini bahaya guncangan yang ditimbulkan akibat gempa, dengan memanfaatkan selisih waktu tiba gelombang P dan S. Sistem ini bermanfaat mengurangi dampak kerusakan infrastruktur vital misalnya pembangkit listrik, mesin-mesin pabrik, dan masih banyak lagi, dengan cara mematikan sistem kelistrikan atau sistem mekanik secara otomatis ketika ada peringatan" tambah Dwikorita.

BMKG telah menyampaikan pada pemerintah Sumatera Barat bahwa zona bahaya kegempaan berdasarkan analisis distribusi spasial B-value, hasil penelitian dari tim Puslitbang BMKG menyatakan ada 8 zona yg perlu mendapatkan perhatian khusus, salah satunya adalah zona Mentawai.

Terkait hal ini, BMKG juga telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi baik dari segi observasi, processing, diseminasi serta koordinasi dengan pihak terkait. Saat ini sudah ada 5 Unit Pelaksana Teknis BMKG di Sumbar yang berperan dalam menyampaikan informasi meteorologi, klimatologi, geofisika dan kualitas udara.

Khusus untuk Sumbar, BMKG juga telah membangun mini regional Padang Panjang guna memfokuskan pengamatan khusus pada monitoring kegempaan yang dipicu dari sesar-sesar aktif yg ada di Sumbar.

Sementara untuk diseminasi informasi gempa dan tsunami, telah terinstal 15 Warning Receiver System (WRS) di BPBD Kab/Kota di Sumbar, juga di TNI AL Lantamal Padang.

"Edukasi & mitigasi juga perlu dibangun dengan kekuatan socio cultural. Contohnya Landslide Early Warning System yang telah dibangun oleh UGM dan menjadi acuan internasional ISO 22732 Guidline for Community Based Landslide Early Warning System. Selain itu juga perlu diperkuat sinergi Pentahelix yang terdiri dari akademia/pakar, pihak swasta, masyarakat dan tokoh agama, pemerintah dan lembaga terkait, serta media" imbuh Dwikorita.

Kepala BMKG mengikuti Rapat Koordinasi Mitigasi - Penanganan Bencana Gempa dan Tsunami di Sumbar yang berlangsung di Auditorium Kantor Gubernur Sumbar, Padang, dihadiri oleh Kepala BNPB, Gubernur & Wakil Gubernur Sumbar, Ketua DPRD Sumbar, para bupati & walikota, Korem, Danlantamal, Danlanud, Polda, para pakar gempa & tsunami, serta beberapa media lokal & nasional. (*)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024