BMKG Provinsi Jawa Timur Adakan Pertemuan Forum MKG Ke-17 Tahun 2018

  • Ayu Isrianti Putri
  • 29 Agu 2018
BMKG Provinsi Jawa Timur Adakan Pertemuan Forum MKG Ke-17 Tahun 2018

Surabaya (28/08/2018),- Dalam rangka koordinasi penyebarluasan informasi MKG di Jawa Timur dan mempererat kebersamaan serta kekompakan antar Stasiun MKG se-Jawa Timur, dilaksanakan kegiatan pertemuan Forum MKG Provinsi Jawa Timur ke-17 Tahun 2018. Bertempat di Aula Kantor Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya, Pertemuan rutin tersebut dihadiri oleh Kepala Stasiun MKG se Jawa Timur, serta Forecaster dan Teknisi perwakilan UPT Stasiun MKG Jawa Timur dan Perwakilan wartawan.

Kegiatan tersebut dibuka oleh Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya Taufiq Hermawan, ST. MT. mewakili Kepala Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya yang berhalangan hadir selaku Koordinator Stasiun MKG Jawa Timur. Dalam sambutannya beliau mengharapkan forum MKG Jawa Timur ini bisa menjadi semakin lebih baik dan koordinasi antar Stasiun MKG Jawa Timur semakin solid dalam memajukan Provinsi Jawa Timur untuk informasi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sehingga masyarakat Provinsi Jawa Timur menjadi semakin lebih mudah mendapatkan informasi MKG. Forum ini juga diharapkan dapat menghasilkan produk dan informasi yang berguna untuk Masyarakat Provinsi Jawa Timur.

Kegiatan diisi dua sesi penyampaian materi, sesi pertama materi disampaikan oleh Selina Ayuningtyas, S.ST., PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Klimatologi Malang. Dalam materinya menyampaikan Monitoring awal musim kemarau 2018 di Provinsi Jawa Timur. Kemudian Sesi kedua diisi oleh Suwarto, S.Si., Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Geofisika Tretes Pasuruan yang menyampaikan materi Potensi Gempa di Provinsi Jawa Timur.

Dalam kegiatan ini ketua forum MKG Jawa Timur Anung Suprayitno, S.Si. memberikan ucapan terimakasih dan apresiasi atas partisipasi dan kehadiran peserta forum MKG Jawa Timur dan berharap forum ini semakin lebih baik. Dalam sambutan penutup Ketua forum MKG Jawa Timur juga menyampaikan risalah forum yang diantaranya secara umum monitoring awal musim kemarau di Jawa Timur terjadi di bulan April dengan puncak musim kemarau berlangsung pada periode Agustus September 2018 dan Draft awal musim hujan 2018/ 2019 diprakirakan bulan November 2018. Sebagian wilayah di Jawa Timur sudah memasuki kekeringan, sehingga perlu waspada kekeringan lahan, kebakaran lahan dan hutan serta kekeringan hidrologis lebih Panjang.

Provinsi Jawa Timur memiliki potensi gempa bumi, baik dari sesar-sesar aktif (sesar kendang di sisi utara Jawa Timur) maupun dari zona subduksi di selatan Jawa (lempeng Indoaustralia). Hingga saat ini gempa bumi belum dapat diprediksi secara pasti kapan akan terjadi dan berapa kekuatanya, namun potensi gempa bumi di Jawa Timur tetap ada. Gempa bumi di Lombok kemungkinan kecil berpengaruh/ memicu gempa di Jawa Timur karena karakter tektonik yang berbeda.

Kegiatan ditutup dengan foto bersama, wawancara dengan wartawan dan ramah tamah antar peserta forum MKG Jawa Timur. Dengan diadakanya kegiatan rutin ini diharapkan kebersamaan dan kekompakan yang terjalin selama ini menjadi jauh lebih baik, sehingga mampu memantapkan kerjasama, sinergitas dan koordinasi antar Stasiun MKG se-Jawa Timur.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024