Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian III Juni 2019

  • Mohammad Ridwan
  • 03 Jul 2019
Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian III Juni 2019

PREDIKSI DINAMIKA ATMOSFER DASARIAN I JULI 2019 :

Aliran massa udara di wilayah Indonesia masih didominasi angin timuran dan semakin meluas di wilayah Indonesia. Belokan angin terdapat di perairan bagian barat Sumatera Utara. Monsun Asia pada dasarian I Juli diperkirakan tidak aktif, sementara Monsun Australia diperkirakan melemah dibanding normalnya. Analisis tanggal 30 Juni 2019 menunjukkan MJO tidak aktif dan diprediksi mulai kembali aktif di fase 1 & 2 (wilayah Afrika dan Samudera Hindia bagian barat) pada pertengahan dasarian I Juli 2019. Kondisi ini diperkirakan akan berkontribusi terhadap pengurangan awan hujan di Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian utara hingga akhir dasarian I Juli 2019.

Prakiraan CURAH HUJAN Dasarian I - III Juli 2019 :

Pada dasarian I - III Juli 2019, umumnya curah hujan berada di kriteria rendah (<50 mm/dasarian). Peluang tertinggi curah hujan kriteria rendah (< 50 mm/dasarian) pada dasarian I Juli 2019 terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, P. Jawa, Bali, NTB, NTT, bagian selatan dan barat Kalimantan, Maluku dan Papua bagian selatan; pada dasarian II Juli 2019 terjadi di Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan bagian barat, Sulawesi Utara bagian selatan, Maluku dan Papua bagian selatan; pada dasarian III Juli 2019 terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, P. Jawa, NTB, NTT, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian selatan, Maluku dan Papua bagian selatan. Curah hujan kriteria tinggi (>150 mm/dasarian) pada dasarian I Juli 2019 terjadi di Sulawesi Tengah bagian timur dan Papua bagian tengah; dan pada dasarian II - III Juli 2019 terjadi di Papua bagian tengah.

Analisis Perkembangan Musim Kemarau DASARIAN III JUNI 2019 :

Berdasarkan jumlah ZOM, 77% ZOM di Indonesia telah memasuki musim kemarau, 23% ZOM masih mengalami musim hujan. Sedangkan berdasarkan luasan wilayah, 36% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, 64% wilayah masih mengalami musim hujan.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024