Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Mei 2019

  • Mohammad Ridwan
  • 13 Mei 2019
Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Mei 2019

PREDIKSI DINAMIKA ATMOSFER DAN CURAH HUJAN DASARIAN II MEI 2019

Aliran massa udara di wilayah Indonesia mulai didominasi angin timuran yaitu massa udara berasal dari Benua Australia terutama di bagian selatan ekuator. Sedangkan di wilayah utara ekuator terdapat angin baratan. Wilayah belokan angin terjadi di sepanjang ekuator. Terdapat pola siklonik di perairan Laut Banda. Monsun Asia diperkirakan tidak aktif di dasarian I Mei dan dan diprediksi tetap tidak aktif hingga dasarian II Mei dan kemudian aktif kembali dasarian III Mei hingga dasarian I Juni 2019, sedangkan Monsun Australia pada dasarian I Mei 2019 aktif dan diprediksi tetap aktif di dasarian II Mei hingga dasarian I Juni 2019. Analisis tanggal 10 Mei 2019 menunjukkan MJO aktif di fase 7 (Samudera Pasifik bagian barat) dan diprediksi aktif di fase 8 dan fase 1 (Hemisfer Barat dan Afrika) hingga pertengahan dasarian III Mei 2019. Berdasarkan peta prediksi spasial anomali OLR pada awal dasarian II Mei 2019 terbentuk wilayah subsiden/kering yang memasuki wilayah Indonesia bagian barat dan terus meluas ke Indonesia tengah hingga pertengahan dasarian III Mei 2019.

Prediksi Curah Hujan Dasarian II MEI - Dasarian I JUNI 2019

Umumnya curah hujan berada di kriteria menengah (50 - 150 mm/dasarian). Pada Mei II 2019, curah hujan kriteria rendah (< 50 mm/dasarian) diprakirakan terjadi di Peisir utara Aceh, di Jateng bagian Timur, Jatim, Bali, NTB, NTT, P.Sulawesi bagian utara dan Merauke; sedangkan curah hujan tinggi (>150 mm/dasarian) tidak terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada Mei III 2019, curah hujan rendah (<50 mm/dasarian) terjadi di sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Pesisir timur Kaltim, Pulau Sulawesi bagian utara, dan Papua bagian selatan; sedangkan curah hujan tinggi (>150 mm/dasarian) terjadi di Papua bagian tengah. Pada Jun I 2019, curah hujan rendah (<50 mm/dasarian) diprakirakan terjadi di Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel bagian selatan, Maluku, dan Papua bagian selatan; sedangkan curah hujan tinggi (>150 mm/dasarian) diprakirakan terjadi di Papua Barat bagian tengah dan Papua bagian tengah.

Analisis Perkembangan Musim Kemarau sampai Dasarian I Mei 2019

Berdasarkan jumlah zom, 10% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, 90% wilayah masih mengalami musim hujan. Sedangkan berdasarkan luasan wilayah, 6% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, 94% wilayah masih mengalami musim hujan.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024