Analisis Cuaca Terkait Kejadian Banjir Pada Tanggal 04 September 2021 di Wilayah Kecamatan Nanga Tayap dan Sandai Kabupaten Ketapang

  • Rachmat Hidayat
  • 09 Sep 2021
Analisis Cuaca Terkait Kejadian Banjir Pada Tanggal 04 September 2021 di Wilayah Kecamatan Nanga Tayap dan Sandai Kabupaten Ketapang

  • Sudirman

Dari 4 indikator pengendali cuaca global yakni indeks IOD, SOI , Nino 3.4 dan MJO dapat dikatakan bahwa hanya fenomena MJO yang memiliki potensi kontribusi terhadap perubahan cuaca yang signifikan di wilayah Kabupaten Ketapang pada tanggal 4 September 2021.

Kondisi pengendali cuaca skala regional secara umum ikut berperang terhadap kejadian cuaca ekstrem yang terjadi wilayah Kabupaten Ketapang pada tanggal 4 September 2021. Hal ini terlihat 2 dari 3 indikator pengendali cuaca regional yang digunakan dalam analisis ini menunjukkan adanya potensi pembentukan awan hujan yang cukup masif di wilayah Kabupaten Ketapang pada tanggal 4 September 2021.

Hasil analisis indicator pengendali cuaca lokal yang meliputi kondisi kelembaban udara,anomali suhu permukaan laut perairan Kalbar, dan kondisi suhu puncak awan di tiga titik menunjukkan bahwa secara umum pengendali cuaca lokal mengindikasikan adanya perubahan cuaca signifikan yang berpotensi menyebabkan terjadinya hujan berintensitas ringan hingga lebat di Wilayah Kabupaten Ketapang pada tanggal 4 September 2021.

Dari hasil olahan model akumulasi curah hujan spasial GSMAP menunjukkan bahwa kondisi curah hujan pada tanggal 4 September wilayah Kabupaten Ketapang bagian timur laut atau hulu yakni Sandai dan Nanga Tayap umumnya berintensitas lebat. Selain itu, dari hasil pengukuran observasi pos hujan yang ada di kecamatan Nanga Tayap dan Sandai menunjukkan bahwa sebelum tanggal 4 September 2021, kondisi curah hujan di wilayah Sandai dan Nanga Tayap memang terukur curah hujan yang cukup tinggi selama tiga hari sebelumnya yakni tanggal 29 Agustus, 31 Agustus, dan 1 September 2021.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian perubahan cuaca signifikan yang berdampak terhadap kejadian banjir di Kecamatan Nanga Tayap dan Sandai Kabupaten Ketapang pada tanggal 4 September 2021 diindikasikan sebagai pengaruh faktor cuaca lokal. Hal tersebut terlihat dengan indikator pengendali cuaca yang paling dominan berpengaruh terhadap perubahan cuaca yang terjadi di wilayah Ketapang adalah pengendali cuaca lokal yang kemudian diikuti faktor cuaca regional dengan kontribusi sekitar 85 % dan faktor global dengan kontribusi 25 %.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024