3rd Joint Coordinating Committe: Meningkatkan Akurasi Peringatan Gempabumi dan Tsunami Misi Bersama BMKG dan JICA

  • Dimas Bayu Sajiwo
  • 06 Mar 2024
3rd Joint Coordinating Committe: Meningkatkan Akurasi Peringatan Gempabumi dan Tsunami Misi Bersama BMKG dan JICA

Jakarta - 6 Maret 2024 telah dilaksanakan Joint Coordinating Committee (JCC) di Gedung Auditorium BMKG Jakarta untuk ketiga kalinya. JCC Meeting bertujuan untuk memfasilitasi koordinasi antara BMKG dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) beserta Kementerian/Lembaga terkait lainnya yang tergabung dalam keanggotaan Proyek JCC JICA, yang diadakan sekali dalam setahun. Acara dibuka dengan sambutan oleh Setyoajie Prayoedhi, S.T., M.DM sebagai Plt. Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG dan Ms. Tomoko Kashira sebagai Senior Representative dari JICA Indonesia Office.

Kegiatan ini melibatkan pertukaran informasi dan pendapat mengenai isu-isu utama yang muncul selama pelaksanaan proyek dan menjadikannya sebagai platform penting untuk berkoordinasi dan bersinergi dalam mencapai tujuan bersama, meninjau kemajuan proyek, merevisi kegiatan (jika diperlukan), menyetujui rencana tahunan dan melakukan evaluasi terhadap proyek. "Menyadari dampak bencana tsunami teknologi yang semakin maju di Jepang, BMKG dengan dukungan Pemerintah Jepang melalui JICA telah terlibat dalam berbagai proyek." Ujar Setyoajie saat JCC berlangsung.

Sejak tahun 2021, kerjasama BMKG dan JICA mengalami kemajuan signifikan di empat kelompok kerja, seperti menggunakan trainer training untuk Seismograph/Accelerograph Maintenance, Tsunami Drills di kawasan industri di Cilegon, dan On-The-Job Training di JMA Jepang menyempurnakan produk BMKG seperti katalog gempa bumi, dan meningkatkan akurasi sistem peringatan tsunami, mereka telah mengembangkan Mi-ina (Magnitude of Indonesia).

Setyoaji berharap bahwa diskusi ini dapat berhasil dan produktif, karena melalui kerja sama internasional dapat bersatu dalam melakukan mitigasi, membangun kesiapsiagaan, dan mengurangi resiko tsunami. Ia juga yakin bahwa pertemuan ini akan menghasilkan wawasan yang bermanfaat dalam menyelamatkan nyawa masyarakat pesisir.

Selesai digelarnya JCC Meeting ketiga, dilanjut dengan acara seminar yang berjudul Improvement in Operational Processes of Earthquake Analysis and Tsunami Early Warning. Seminar di isi oleh tiga narasumber dari JICA Team Expert yaitu, Nobuo Hamada, Nobuo Furukawa, dan Osamu Kamigaichi. Dalam sambutanya sebelum seminar dimulai, Dr. Daryono S.Si., M.Si sebagai Kepala Pusat Gembabumi dan Tsunami mengatakan bahwa seminar ini merupakan upaya dari BMKG dengan melibatkan semua para pakar untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana, dengan mensinergikan dan mensinkronkan seluruh aktivitas kegiatan pemantauan/monitoring, pengukuran, pengolahan, dan analisis.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024