Ekspos Normal Hujan Periode 1991-2020

  • Rachmat Hidayat
  • 05 Jan 2022
Ekspos Normal Hujan Periode 1991-2020

Jakarta - Rabu (5/1), Berdasarkan instruksi WMO tentang WMO collection of the Climatological Standard Normals for 1991-2020 dan telah dilaksanakannya kegiatan Penyusunan Normal Hujan periode 1991-2020, Kedeputian Bidang Klimatologi menyelenggarakan Exposes Normal Hujan melalui virtual meeting yang diikuti seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis Bidang Klimotologi dan Pusat Klimatologi BMKG dan dibuka oleh Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, MSc. PhD.

"Normal hujan periode tahun 1991-2020 ini menjadi titik krusial yang akan menjadi base line berbagai macam informasi yang berkaitan dengan iklim, paling tidak selama 10 tahun mendatang"", Hal ini disampaikan oleh Kepala BMKG dalam arahannya.

Masyarakat Indonesia saat ini sudah banyak yang merasakan peranan informasi iklim dari BMKG, terutama masyarakat yang aktivitas kehidupan serta mata pencahariaannya terkait dengan sektor pertanian, ketahanan pangan, pengurangan risiko bencana, energi, kesehatan dan air, paparnya.

lanjutnya, Jika informasi iklim yang kita berikan sebelumnya masih didasarkan oleh normal hujan periode 1981-2010, maka pada kesempatan yang sangat berharga ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan pemutakhiran basis data yang digunakan sebagai kondisi iklim acuan. Hal ini juga sesuai dengan amanat dari WMO yang mengharuskan Badan Meteorologi tiap negara di dunia melakukan pemutakhiran secara serempak.

Berbagai macam konsekuensi logis dari penggunaan normal baru ini diantaranya dapat menggeser sudut pandang kita terhadap suatu kejadian anomali iklim. Peristiwa-peristiwa iklim ekstrim atau penyimpangan iklim dapat meningkatkan resiko kegagalan yang berpotensi merugikan masyarakat bisa dianggap menjadi hal yang biasa, karena semakin sering terjadi.

seperti di Sektor pertanian misalnya, kondisi penyimpangan iklim seperti kekeringan yang panjang, atau sebaliknya banjir dan genangan dapat memicu terjadinya kegagalan panen. Karena sudah dianggap biasa, kemudian bisa jadi tidak dilakukan penangana secara proporsional. Hal ini tentunya akan menjadi sangat berbahaya jika tidak diantisipasi secara tepat, ujarnya, .

Dwikorita menjelaskan Proses penyusunan normal hujan baru ini tentunya tidak dapat terlepas dari peran penting dari pengamatan hujan di seluruh jaringan pengamatan BMKG, baik yang masih menggunakan peralatan konvensional maupun otomatis/canggih dan modern, baik yang dikelola BMKG sendiri maupun hasil kerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait. Disinilah kolaborasi pentahelix menjadi kunci utama dan memegang peranan penting dalam peningkatan kuantitas data.

"Para pengamat, analis dan prakirawan iklim di UPT BMKG menjadi garda terdepan dalam proses quality control dan quality insurance terhadap kualitas setiap data hujan yang berikutnya masuk ke pusat database. Jika data yang digunakan tidak memenuhi kualifikasi yang ditentukan, maka sebaik apapun proses pengolahan data yang dilakukan tetap akan menghasilkan analisis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (garbage in, garbage out)", tegasnya.

Tentunya, menjadi tantangan tersendiri bagi analis dan prakirawan iklim dalam menghasilkan berbagai produk informasi iklim. Sampai saat ini inovasi dan perbaikan-perbaikan dalam proses quality control dan quality insurance untuk membuat berbagai informasi iklim masih terus berjalan dan harus selalu kita update.

Hal ini dilakukan agar selalu siap menghadapi berbagai kondisi lapangan dan dinamisnya iklim baik pada skala lokal, regional maupun skala global. BMKG harus selalu siap memberikan informasi sesuai dengan tuntutan pengguna yang semakin beragam. Bukan hanya keakuratan dan kecepatan penyampaian informasi iklim yang harus selalu kita tingkatkan namun juga variasi produk layanan agar menjangkau berbagai keperluan pengguna. Namun tentu saja, prinsip kemudahan dijangkau (accessibility) dan kemudahan difahami (easiness) harus selalu dipertahankan agar informasi BMKG bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik oleh masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan, baik oleh kaum cendekia maupun masyarakat biasa, paparnya.

Mengakhiri sambutannya, Kepala BMKG mengucapkan terimakasih kepada para KaUPT Stasiun Klimatologi, Kordinator UPT Provinsi, Civitas Akademik dan Ahli dari Kementerian/Lembaga terkait serta para prakirawan iklim dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam Tim Penyusun Normal Curah Hujan Baru Periode 1991 - 2020, atas kerja kerasnya melahirkan produk normal hujan yang berkualitas.

Dwikorita berharap, normal hujan yang kita hasilkan dapat digunakan sebagai referensi bagi berbagai produk informasi iklim yang disampaikan kepada masyarakat dan dijadikan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan terkait program-program pemerintah.

Kegiatan Eksposes Normal Hujan Periode 1991-2020 menghadirkan Narasumber yakni Plt. Deputi Bidang Klimatologi Dr. Urip Haryoko dan Dr. Supari.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024