Pelatihan Teknis Impact Based Forecast And Warning System

  • Rachmat Hidayat
  • 30 Mei 2023
Pelatihan Teknis Impact Based Forecast And Warning System

Bogor - Selasa (30/5), Bertempat di Gedung Serbaguna Citeko dilaksanakan Pelatihan Teknis Impact Based Forecast And Warning System yang digelar oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan BMKG secara resmi dibuka oleh Deputi Bidang Meteorologi Guswanto.

sebanyak 31 peserta dari Pegawai dilingkungan BMKG baik Pusat dan UPT Daerah Balai Besar MKG Wilayah I - V, Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan tekis dalam perubaan paradigma layanan prakiraan cuaca berbasis dampak dan peringatan dini berbasis resiko sebagai bagian dari peningkatan layanan BMKG.

Prakiraan cuaca berbasis dampak Adalah salah satu produk BMKG yang telah didesiminasikan secara luas sejak tahun 2019. Impact Based Forecast and Warning System (IBFWS) adalah perubahan paradigma layanan prakiraan cuaca yang memberikan informasi potensi dampak yang dapat ditimbulkan oleh fenomena cuaca dan tentunya sangat berorientasi kepada pengguna.

Dalam sambutan pembukaan IBFWS, Guswanto menuturkan setiap insan BMKG dituntut untuk menjunjung tinggi kinerja organisasi sekaligus adaptif bertranformasi dalam menjawab berbagai isu sentral dibidang cuaca, saat ini dan di masa yang akan datang baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.

lanjutnya, Untuk menyiapkan diri dalam mejadi Global player organization maka pengembangan SDM diarahkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga operasional di BMKG, sehingga dapat mencapai standar internasional dan memiliki daya saing global, dimana salah satunya melalui Pelatihan ungkapnya.

lebih lanjut, Guswanto menyampaikan menjawab kebutuhan akan layanan informasi cuaca yang sesuai dengan percepatan perkembangan teknologi dan kebutuhan nasional yang meningkat. Indonesia saat ini berada pada tahap implementasi sistem prakiraan cuaca berbasis dampak oleh fenomena cuaca dimana prakirawan cuaca yang bertugas perlu memiliki pemahaman konsep serta kemampuan praktik yang baik tentang informasi cuaca yang mempertimbangkan menekankan pada dampak dan respon yang juga dilengkapi dengan teknologi terbaru.

Penguatan SDM adalah hal yang mutlak, tegas Guswanto. oleh karenanya setelah mengikuti pelatihan diharapkan dapat menjadi pemain global dan peningkatan kemampuan seorang forecaster baik di pusat maupun di UPT yang lebih profesional yag mampu mengimplementasikan IBFWS pada level provinsi serta mempunyai wawasan dan kekuatan kolaborasi di bidang kebencanaan.

Pelatihan Teknis Impact Based Forecast And Warning System diselenggarakan dari tanggal 30 Mei - 8 Juni 2023 dengan jumlah jam pelajaran sebanyak 76 JP yang terdiri dari 19 mata pelajaran pelatihan utama dan 5 mata pelatihan penunjang.

 

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024