Kunjungan Forum Pengurangan Risiko Bencana dan Komunitas Seni Sekar Tunjung Biru Tanjung Benoa

  • Judith Marris
  • 04 Agu 2023
Kunjungan Forum Pengurangan Risiko Bencana dan Komunitas Seni Sekar Tunjung Biru Tanjung Benoa

Jakarta - BMKG menerima kunjungan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Komunitas Seni Sekar Tunjung Biru Tanjung Benoa, Bali di Anjungan Ruang Operasional Geofisika, Kantor Pusat BMKG, Kamis (03/08/2023). Kunjungan yang dihadiri sekitar 65 peserta ini dalam rangka meningkatkan kapasitas bencana di Kelurahan Tanjung Benoa.

Menurut Ketua FPRB Tanjung Benoa, I Wayan Dedi Sumantra kunjungan bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara FPRB dengan BMKG dan menambah wawasan. " Untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan agar bisa lebih maju, memahami dan sadar bila terjadi gempa bumi dan tsunami yang berpotensi terjadi di Tanjung Benoa, jadi kita lebih siap."

Kunjungan diterima oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Dalam sambutannya, Daryono menjelaskan bahwa Bali adalah kawasan yang rawan terhadap tsunami, artinya wilayah selatan Bali memiliki catatan terjadi beberapa kali tsunami sehingga BMKG memilih Tanjung Benoa untuk disiapkan menjadi Tsunami Ready Community dan sudah mendapat pengakuan internasional dari UNESCO-IOC.

"Ada satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa dalam setiap keberhasilan kelompok masyarakat harus ada satu orang sebagai penggerak dan 'Pak Dedi' seorang perubah sejarah, bersemangat, sangat aktif, berinovasi dan mempraktikan diri untuk keselamatan masyarakat khususnya Tanjung Benoa yang sangat jarang ada wilayah kita," tutur Daryono.

Daryono menjelaskan keberlangsungan komunitas tsunami ready ditinjau dari tiga aspek. "Dari aspek ekonomi, dengan diakuinya FPRB masyarakat komunitas Tsunami di Benoa, maka kita bersyukur mempunyai komunitas yang diakui dunia dan terbanyak di Indonesia. Jadi ketika sebuah kawasan yang sudah dinyatakan sebagai siap siaga Tsunami dan merupakan kawasan wisata tentu kita punya upaya untuk bisa memanfaatkan legalitas ini sebagai sebuah sarana untuk dijual kepada masyarakat dunia bahwa Tanjung Benoa itu aman, maksudnya dari aspek bahaya sanggup mengamankan menekan risiko sekecil mungkin, mampu menyediakan mitigasi, mampu menyiapkan tempat evakuasi, mampu menyediakan hotel-hotel aman dengan pegawai yang siap untuk memberikan pertolongan keselamatan," ucap Daryono.

"Itu tentu berbeda dengan tempat wisata yang sama sekali tidak memiliki kapasitas tersebut dan tentunya sertifikasi hotel harus terus digalangkan dan di progres terus sehingga akan tersiar ke dunia bahwa Tanjung Benoa adalah kawasan yang aman untuk wisata," lanjut Daryono.

"dari aspek lingkungan kita harus bisa melestarikan alam agar bisa membuat keberlangsungan, lingkungan yang sudah semakin aman dengan penanaman cemara, bakau, lalu menata lingkungan yang ramah dan menyelamatkan saat terjadi tsunami dengan penyediaan rambu serta tata kelolaan lingkungan, "ujar Daryono.

"Dari Aspek sosial telah terjalin kelompok masyarakat yang kokoh, ada pertemuan kelompok seni, pertemuan terkait mitigasi dan pertemuan rutin juga ada pos-pos yang beroperasi selama 24 jam dengan dipayungi FPRB menjadi sebuah sarana," lanjut Daryono.

Kunjungan dilanjutkan dengan meninjau langsung Ruang Operasional Geofisika. Di Simulator Gempa Bumi, peserta FPRB berkesempatan untuk mencoba merasakan gempa besar yang pernah terjadi di Indonesia. Setelah itu, anggota FPRB diajak ke Museum Geofisika. Peserta dapat melihat dan memahami alat seismograf dan jam atom yang pernah digunakan BMKG tempo lalu. Adapun kunjungan disertai pemberian plakat dan foto bersama di depan Gedung BMKG.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • 127 km Tenggara KAB-MALANG-JATIM
  • tidak berpotensi TSUNAMI
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024