Berikan Wawasan Iklim bagi Petani Cianjur, Wujud Adaptasi BMKG untuk Produktivitas Pertanian yang Berkelanjutan

  • Kholis Nur Cahyo
  • 27 Jun 2023
Berikan Wawasan Iklim bagi Petani Cianjur, Wujud Adaptasi BMKG untuk Produktivitas Pertanian yang Berkelanjutan

Cianjur (26 Juni 2023) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Klimatologi Jawa Barat menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk petani di Kantor Desa Sukasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur. Kegiatan SLI ini bertujuan meningkatkan pemahaman tentang iklim bagi petani setempat agar dapat meningkatkan produktivitas pertanian mereka dalam menghadapi perubahan iklim global.

SLI diikuti oleh 50 petani dari Kabupaten Cianjur. Peserta diberikan bimbingan tentang cara membaca informasi iklim yang disediakan oleh BMKG, termasuk membaca peta iklim, memahami iklim dan cuaca untuk menentukan waktu tanam dan panen, serta memilih bibit yang sesuai.

Acara tersebut juga dihadiri oleh Anggota Komisi V DPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, Camat Kadupandak, Kades Sukasari, TNI/Polri, dan tokoh masyarakat setempat .Neng Eem selaku anggota Komisi V DPR RI memberikan apresiasi kepada BMKG dan petani yang mengikuti SLI. Beliau berharap kegiatan SLI ini dapat memberikan dampak positif bagi petani di Cianjur, terutama dalam meningkatkan produktivitas. Neng Eem menjelaskan bahwa meskipun petani sudah memiliki pengetahuan dasar, namun kondisi cuaca yang tidak menentu saat ini membuat pengetahuan tentang iklim dan cuaca menjadi sangat penting. Dengan pemahaman yang lebih baik, petani dapat menentukan waktu yang tepat untuk bercocok tanam, sehingga hasil panen akan lebih melimpah, memberikan keuntungan bagi petani, dan berdampak pada ketahanan pangan di wilayah Cianjur maupun di Indonesia secara keseluruhan.

Dalam sambutannya, Kepala Balai Besar Wilayah II BMKG, Hartanto, mengingatkan pentingnya pendekatan adaptasi perubahan iklim bagi petani, dan SLI merupakan salah satu bentuk pendekatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa kondisi iklim di Indonesia sangat beragam dan sulit diprediksi akibat pergeseran dan anomali iklim. Adaptasi perubahan iklim dapat berhasil jika petani memiliki pemahaman yang baik tentang cuaca dan iklim melalui berbagai upaya pendekatan. Melalui SLI, BMKG memberikan pemahaman kepada petani mengenai informasi iklim dan cara memanfaatkannya dalam bidang pertanian. Dengan demikian, SLI diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi petani, meningkatkan produktivitas mereka, dan berdampak pada ketahanan pangan di wilayah Cianjur.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024